wisata murah di jogja

Selasa, 19 Februari 2019

Orang jogja minumannya "sampah"



Kalau travellers main ke jogja dan doyan kuliner, banyak sekali yang bisa di expore yang ga melulu kopi asik asik joss. Wedang jahe, secang, dan uwuh bisa jadi referensi lain buat travellers.
Kali ini saya akan membahas wedang uwuh. Wedang uwuh itu minuman khas dari imogiri. Daerah bagian selatan jogja, tapi bukan di kabupaten Gunungkidul ya melainkan di kabupaten Bantul. Imogiri merupakan daerah yang dikenal karena disana ada juga makam dari raja-raja mataram. Konon katanya wedang uwuh adalah salah satu minuman tradisional yang dulu hanya disajikan untuk raja dan keluarganya. Minuman VVIP ya. Namun, lain dulu lain sekarang. Seiring

perkembangan jaman wedang uwuh juga bertransformasi menjadi minuman yang merakyat, menjadi minuman yang bisa diminum oleh siapa saja tanpa melihat bibit bobot dan bebet nya. Lalu apa si wedang uwuh itu?
Uwuh dalam bahasa Jawa artinya sampah. Dijuluki uwuh karena ampas atau bahan-bahan minuman ini ketika sudah bercampur tampak seperti sampah tak berguna. Berbagai jenis herba yang menjadi isi kandungan wedang uwuh di antaranya adalah rimpang jahe, serutan Wit kayu secang, serutan kayu manis, cengkih, daun pala. Kadang ditambahkan pula batang sereh atau daun jeruk. Bisa juga dibubuhi gula batu atau gula merah.
Simple ya.. Bayangin aja travellers di kebun yang luas ada banyak pohon dan daun-daunnya berguguran dan travellers nyapu daun-daun itu. Seperti mengumpulkan berbagai jenis daun ke satu pengki giti. Cuma bedanya yang ini daun dan tumbuhan herbal yang dikumpulin. Jadi bukan kaleng-kaleng. Haha.
Penasaran gimana nikmatnya minum wedang uwuh? Makanya main-main ke jogja. Nikmati keramahannya, resapi keindahan alam dan budayanya, rasakan pesona yang tidak ada bandingnya. Jangan lupa ajak kami sebagai teman travellers.



Selasa, 22 Januari 2019

Angkringan: hidangan istimewa ala kampung


Kata Angkringan berasal dari kata bahasa Jawa yaitu “Angkring” yang artinya duduk santai, biasanya dengan melipat satu kaki ke atas kursi. Kalau orang jawa menyebutnya "Metangkring". 

Selain di Jogja, Warung Angkringan juga banyak ditemui di Solo dan Klaten, hanya saja namanya berbeda. Warung ini jika di Solo namanya adalah HIK yang mempunyai kepanjangan "Hidangan Istimewa Kampung”.  

Mbah Pairo, sosok inilah yang bisa dibilang pelopor atau nenek moyangnya Warung Angkringan. 

Mbah Pairo adalah seorang pendatang dari Cawas pada tahun 1950-an. Beliau mencari peruntungan di Yogyakarta, sebab di daerah nya merupakan lahan yang tandus. Cawas adalah daerah Klaten bagian selatan yang meruakan perbatasan dengan kabupaten Gunungkidul. Daerah dengan batu kapur sebagai daratannya.

Di Yogyakarta beliau mulai menjajakan nasi yang sekarang lebih populer dengan sebutan Nasi Kucing. Dari sinilah Sejarah Warung Nasi Kucing atau Angkringan Jogja dimulai. Bertempat di emplasemen Stasiun Tugu Mbah Pairo menggelar dagangannya. Pada waktu itu angkringannya dikenal dengan sebutan Ting-Ting Hik (dibacanya: Hek) karena beliau selalu berteriak “Hiiik…Iyeek” ketika menjajakan dagangannya. Istilah HIK adalah nama yang sekarang dikenal di Solo. 

Angkringan Mbah Pairo semakin berkembang dan pada tahun 1969 diteruskan oleh Lik Man, putra Mbah Pairo. Lik Man adalah pedagang Nasi Angkringan yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu dan sempat beberapa kali berpindah lokasi. 

Rata-rata menu Angkringan adalah nasi kucing, gorengan, sate usus, sate telur puyuh, keripik dan lain-lain. Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe dan susu. Maka kalau main-main ke Jogja belum ke Angkringan ya belum afdol.